Sabtu, 18 Juli 2009

Thalassemia Sebagai Kelainan Genetik

Latar Belakang

Thalassemia adalah penyakit genetik dimana thalassemia merupakan manifestasi akibat adanya gangguan sel. Derajat gangguan berhubungan dengan keparahan secara klinis. Dimana penyakit thalassemia pertama kali dilaporkan oleh Cooley & Lee pada tahun 1925. penyakit ini paling banyak dijumpai pada bangsa cina, malaysia serta india (1). Di Amerika Serikat kelainan ini terutama terlihat pada penderita kulit hitam dan Mediterania ( Yunani dan Italia ) (2). Thalassemia adalah suatu anemia hemolitik herediter yang disebabkan oleh gangguan sintesa hemoglobin (1). Kata Thalassemia berasal dari kata : Tala yang artinya laut; dan anemia yang berhubungan dengan darah. Disebut thalassemia karena kebanyakan penderitanya berasal dari daerah dekat pantai dan kawasan Mediterania. Dimana usia produktif, yakni 10 – 25 terbanyak pada laki-laki. Dan jenis thalassemia yang terbanyak yaitu thalassemia manyor.

Hemoglobin (Hb) merupakan unsur utama sel darah merah, yang berperan penting dalam pengangkutan oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh dan pengangkutan karbondioksida dari jaringan paru-paru untuk dibuang. Molekul Hb terdiri dari 4 gugus haem yang masing-masing mengikat Fe++. Keempat gugus haem tersebut berikatan dengan 2 pasang rantai globin, yang terdiri dari 2 rantai globin α dan 2 rantai globin non- α. Jenis hemoglobin pada orang dewasa normal, terdiri dari HbA yang merupakan hemoglobin utama . Pada bayi baru lahir, komponen utamanya adalah HbF. Sedangkan hemoglobin embrional adalah Hb Gowers . Hemoglobin abnormal antara lain HbH dan Hb Bart’s.

Hemoglobinopati merupakan terminologi kelainan genetik hemoglobin. Kelainan ini dapat mengakibatkan berkurangnya produksi hemoglobin (kuantitatif), dikenal dengan thalasemia. Atau kelainan struktur hemoglobin (kualitatif), disebut sebagai hemoglobin varian. Hemoglibin varian ada yang disertai penurunan produksi hemoglobin, seperti HbE dan Hb Malay, sehingga timbul gejala thalasemia. Namun, seringkali tidak menimbulkan gejala. Sebagai hemoglibinopati, thalasemia diturunkan secara autosomal resesif menurut hukum Mendel, dari orang tua kepada anak-anaknya.

Rantai globin merupakan suatu protein, maka sintesisnya dikendalikan oleh gen tertentu. Produksi dan sisntesis hemoglobin dikontrol oleh sejumlah gen. Yaitu gen α pada kromosom 16 serta gen β, γ dan δ pada kromosom 11.

Patogenesis dan patofisiologis dari thalasemia, dimulai dari mutasi gen globin. “Gangguan gen dapat berupa perubahan tangan pasangan basa (point mutation), atau adanya gen yang hilang (deletion). Mutasi dapat bersifat kombinasi. Misalnya pada thalasemia β mayor juga bisa terjadi mutasi pada rantai α. Akibatnya tidak ada keseimbangan antara dua rantai globin tersebut berkurang sehingga menghasilkan bentuk atau gejala klinis yang lebih ringan. Selain itu, pada thalasemia mayor juga bisa disertai mutasi pada gen, yang mempunyai produksi rantai γ. Globin ini akan berikatan dengan rantai α membentuk Hb fetal yang tinggi. “Hal ini akan mengurangi keparahan gejala klinis, karena berkurangnya ketidakseimbangan antara globin α dan β,” tandas keduanya.

Hingga saat ini, sudah ditemukan lebih dari 200 mutasi gen yang berbeda yang menyebabkan gangguan fungsi gen β. mutasi gen yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah mutasi IVs1-nt5 dan IVS1-nt1 yang menghasilkan manifestasi klinis yang berat.

Akibat adanya gangguan gen tersebut, maka terdapat kelebihan rantai globin karena tidak memiliki pasangan dalam proses pembentukan HbA. Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai, akan mengendap pada dinding eritrosit. Keadaan ini menyebabkan eritropoesis inefektif, ukuran eritrosit mengecil, peningkatan hemolisis, usia eritrosit memendek dan akhirnya anemia. Yang bila pada orang normal usia darah merah itu dapat mencapai 120 hari, sedangkan pada penderita thalassemia kurang dari 60 hari. Oleh karena itu pada suatu saat akan terjadi ”defisit” antara produksi dan penghancuran sel darah merah, sehingga memberikan gambaran klinis kurang darah atau anemia.

Secara molekuler, thalasemia debedakan atas thalasemia alfa dan beta. Sedangkan secara klinis, dibedakan atas thalasemia mayor dan minor. Karena ada 2 pasang gen –α, maka dalam pewarisanya akan terjadi kombinasi gen yang sangat bevariasi. Adanya kelainan gen-α lebih kompleks, dibandingkan dengan kelainan gen-β yang hanya terdapat satu pasang. Gangguan pada sintesis rantai-α, dikenal dengan penyakit thalasemia-α, sedangkan gangguan pada sintesis rantai-β, disebut dengan thalasemia-β.

Permasalahn thalasemia akan muncul, jika thalasemia trait ( carrier) kawin dengan sesamanya sehingga 25% dari turunannya menurunkan thalasemia mayor, 50% kemungkinan anak mereka menderita thalasemia trait dan hanya 25% anak mempunyai darah normal.

Hemoglobin penderita talasemia dipertahankan antara 8 – 9,5 mg/dl. Pada pasien thalassemia mayor mendapatkan transfusi darah seumur hidup. Karena darah dapar berasal dari siapa saja, hal ini membuat terbentuknya antibodi dalam tubuh dan kemudian terjadi reaksi antigen – antibodi. Sehingga diperlukan donor sendir, 2 – 3 orang, agar dapat mengurangi terjadinya reaksi antigen – antibodi..

Penyakit thalasemia merupakan suatu kelainan darah bersifat genetik dimana kerusakan DNA akan menyebabkan tidak optimalnya produksi sel darah merah penderitanya serta mudah rusak sehingga kerap menyebabkan anemia.

Pusat dari mekanisme kelainan ini terletak pada salah satu gen pembentuk hemoglobin pada sel darah merah manusia, yang sekaligus juga berfungsi utama sebagai pengangkut oksigen.

Terkait dengan sifat genetik yang diturunkan pendahulunya ini, dikenal istilah 'thalasemia trait' (pembawa sifatnya).Sebagaimana orang-orang normal, individu-individu pembawa gen ini sama sekali tidak menunjukkan adanya suatu gejala. Masalah yang lebih serius akan terjadi bila sang pasangan juga merupakan seorang pembawa sehingga lebih berpotensi melahirkan anak dengan thalasemia mayor yang nantinya akan memerlukan transfusi darah secara rutin selama hidupnya.

Tindakan transfusi ini pun bukan merupakan suatu terapi penyembuh namun hanya bersifat suportif dalam mengurangi gejala dan punya resiko menyebabkan penumpukan zat besi dalam tubuh pula, yang lebih lanjut bisa menyebabkan pembengkakan hati dan limpa.

Molekul hemoglobin terdapat pada semua eritrosit dan menjadi penyebab dari merahnya warna darah manusia. Hemoglobin terdiri dari haem (suatu kompleks yang terdiri dari zat besi) dan berbagai macam globin ( rantai protein yang ada di sekeliling kompleks haem).

Pada orang normal, hemoglobin dibagi menjadi :

1. Hb A (95%-98%)

HbA mengandung dua rantai alpha (α) dan dua rantai beta (β).

2. Hb A2 (2%-3,5%)

HbA2 mempunyai dua rantai alpha (α) dan dua rantai delta (δ).

3. Hb F (<2%)>

HbF diproduksi pada saat masa kehamilan dan akan menurun seiring dengan bertambahnya usia. HbF mempunyai dua rantai alpha (α) dan dua rantai gamma (γ). Pada talasemia terjadi kelainan pada gen-gen yang mengatur pembentukan dari rantai globin sehingga produksinya terganggu. Gangguan dari pembentukan rantai globin ini akan mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah yang pada akhirnya akan menimbulkan pecahnya sel darah tersebut.

Klasifikasi Talasemia (1,2,3)

Berdasarkan gangguan pada rantai globin yang terbentuk, talasemia dibagi menjadi :

1. Talasemia alpha

Talasemia alpha disebabkan karena adanya mutasi dari salah satu atau seluruh globin rantai alpha yang ada. Talasemia alpha dibagi menjadi :

· Silent Carrier State (gangguan pada 1 rantai globin alpha)

Pada keadaan ini mungkin tidak timbul gejala sama sekali pada penderita,atau hanya teradi sedikit kelainan berupa sel darah merah yang tampak lebih pucat (hipokrom).

· Alpha Thalassaemia Trait (gangguan pada 2 rantai globin alpha)

Penderita mungkin hanya mengalami anemia kronis yang ringan dengan sel darah merah yang tampak pucat (hipokrom) dan lebih kecil dari normal (mikrositer).

· Hb H Disease (gangguan pada 3 rantai globin alpha)

Gambaran klinis penderita dapat bervariasi dari tidak ada gejala sama sekali, hingga anemia yang berat yang disertai dengan perbesaran limpa (splenomegali).

· Alpha Thalassaemia Major (gangguan pada 4 rantai globin aplha) .

Talasemia tipe ini merupakan kondisi yang paling berbahaya pada talasemia tipe alpha. Pada kondisi ini tidak ada rantai globin yang dibentuk sehingga tidak ada HbA atau HbF yang diproduksi. Biasanya fetus yang menderita alpha talasemia mayor mengalami anemia pada awal kehamilan, membengkak karena kelebihan cairan (hydrops fetalis), perbesaran hati dan limpa. Fetus yang menderita kelainan ini biasanya mangalami keguguran atau meninggal tidak lama setelah dilahirkan. 2.

2. Talasemia Beta

Talasemia beta terjadi jika terdapat mutasi pada satu atau dua rantai globin yang ada. Talasemia beta dibagi menjadi :

· Beta Thalassaemia trait

Pada jenis ini penderita memiliki satu gen normal dan satu gen yang bermutasi. Penderita mungkin mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah merah yang mengecil (mikrositer).

· Thalassaemia Intermedia

Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa memproduksi sedikit rantai beta globin. Penderita biasanya mengalami anemia yang derajatnya tergantung dari derajat mutasi gen yang terjadi.

· Thalassaemia Major (Cooley’s Anemia)

Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi rantai beta globin. Biasanya gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa anemia yang berat.

C. Diagnosis Talasemia (2,3)

Diagnosis dari talasemia diketahui dengan melakukan beberapa pemeriksaan darah, seperti :

1. FBC (Full Blood Count)Ø

Pemeriksaan ini akan memberikan informasi mengenai berapa jumlah sel darah merah yang ada, berapa jumlah hemoglobin yang ada di sel darah merah, dan ukuran serta bentuk dari sel darah merah.

2. Sediaan Darah ApusØ

Pada pemeriksaan ini darah akan diperiksa dengan mikroskop untuk melihat jumlah dan bentuk dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet. Selain itu dapat juga dievaluasi bentuk darah, kepucatan darah, dan maturasi darah.

3. Iron studiesØ

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui segala aspek penggunaan dan penyimpanan zat besi dalam tubuh. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk membedakan apakah penyakit disebabkan oleh anemia defisiensi besi biasa atau talasemia.

4. Haemoglobinophathy evaluationØ

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui tipe dan jumlah relatif hemoglobin yang ada dalam darah.

5. Analisis DNAØ

Analisis DNA digunakan untuk mengetahui adanya mutasi pada gen yang memproduksi rantai alpha dan beta. Pemeriksaan ini merupakan tes yang paling efektif untuk mendiagnosa keadaan karier pada talasemia.

Terapi Talasemia (1,2,3)

Sebagian besar penderita talasemia tidak memerlukan terapi. Penderita talasemia HbH dan talsemia intermedia memerlukan pengawasan yang ketat dan kadang-kadang harus menjalani transfusi darah. Pemberian asam folat kadang dapat diberikan, tetapi suplemen zat besi tidak dianjurkan.

Penderita Major Beta Thalassaemia memerlukan transfusi secara reguler setiap enam sampai delapan minggu tergantung dari derajat anemia. Transfusi darah secara terus menerus ini dapat menimbulkan kelebihan zat besi di dalam tubuh, yang disebut hemosiderosis. Keadaan ini dapat menimbulkan efek jangka panjang yang berbahaya karena dapat menyebabkan gagal jantung dan hati. Oleh sebab itu biasanya transfusi darah disertai dengan penggunaan obat-obatan yang dapat menurunkan kadar zat besi dalam tubuh (chelating agent).

Pada beberapa keadaan, kadang diperlukan suatu tindakan operasi untuk mengambil limpa dari dalam tubuh (splenectomy), karena limpa telah rusak. Terapi lain dapat berupa transplantasi sumsum tulang. Prosedur ini menjanjikan kesembuhan pada penderita talasemia namun angka keberhasilan sampai saat ini sulit diprediksi.

Koenzim Q10 dan Talasemia (4)

Adanya kerusakan sel darah merah dan zat besi yang menumpuk di dalam tubuh akibat talasemia, menyebabkan timbulnya aktifasi oksigen atau yang lebih dikenal dengan radikal bebas. Radikal bebas ini dapat merusak lapisan lemak dan protein pada membram sel, dan organel sel, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan dan kematian sel. Biasanya kerusakan ini terjadi di organ-organ vital dalam tubuh seperti hati, pankreas, jantung dan kelenjar pituitari. Oleh sebab itu penggunaan antioksidan, untuk mengatasi radikal bebas, sangat diperlukan pada keadaan talasemia.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Siriraj Hospital, Universitas Mahidol , Bangkok, Thailand, ditemukan bahwa kadar koenzim Q 10 pada penderita talasemia sangat rendah. Pemberian suplemen koenzim Q 10 pada penderita talasemia terbukti secara signifikan mampu menurunkan radikal bebas pada penderita talasemia. Oleh sebab itu pemberian koenzim Q 10 dapat berguna sebagai terapi ajuvan pada penderita talasemia untuk meningkatkan kualitas hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar