Sabtu, 25 Juli 2009


BULU BABI

BIOINDIKATOR LINGKUNGAN PERAIRAN LAUT

(Sea urchin: Bioindicator in seawater environment)

Abstract

PENDAHULUAN

Laut merupakan bagian bumi yang penting. Selain sebagai wadah transfortasi, bagian bumi ini merupakan lingkungan hidup bagi berbagai jenis organisme. Laut juga menyediakan bagi kita berbagai bahan makanan, perhiasan, hasil tambang dan lainnya. Kumpulan air terasa asin yang mencapai 3/4dari luas bumi ini juga menjadim tempat menggantungkan hidup bagi banyak manusia.

Meskipun demikian keberadaan laut bukan menjadi jaminan tanpa masalah. Laut mimiliki potensi menjadi tempat terkumpulnya zat-zat pencemar yang dibawa oleh aliran air. Banyak industri dan kegiatan rumah tangga yang membuang limbahnya ke sungai tanpa penanganan atau pengolahan terlebih dahulu dapat terbawa ke laut dan mencemari laut (Yanney, 1990). Aktivitas di laut seperti pengeboran minyak, pengerukan pasir, tranasportasi laut dan lain-lain juga memiliki potensi mencemari lingkungan laut.

Dengan demikian laut perlu dilindungi terutama dari bahan pencemar agar nilai manfaatnya tetap terjaga. Salah satu cara adalah memantau secara terus-menerus kualitas lingkungan perairan laut. Pemantauan ini dapat dilakukan diantaranya menggunakan bioindikator., yaitu jenis organisme tertentu yang dapat mengakumulasi bahan-bahan pencematr yang ada sehingga mewakili keadaan didalam lingkungan hidupnya (Pikir, 1993). Bioindikator berperan penting untuk menentukan kondisi lingkungan hidup yang sebebarnya.

Bulu babi adalah salah satu organisme yang dapat dijadikan indicator keadaan lingkungan laut. Jenis hewan tidak bertulang belakang ini memiliki keunggulan komparatif sebagai bioindikator. Mengapa bulu babi dapat dijadikan sebagai bioindikator toksisitas perairan laut? Apa keunggulan bulu babi sebasgai bioindikator? Merupakan pertanyaan utama yang akan dijawab dalam dalam tulisan ini.

Laut dan Pencemaran

Sensitivitas l;ingkungan laut bervariasi bergantung pada kondisifisiografinya. Umumnya kawasan pantaidengan sirkulasi arus air laut yang relatif lambat memiliki indeks sensitivitas lebih tinggi dibandingkan dengan pantai yang berbatu terjal dan berombak besar. Aktivitas perekonomian juga turut mempengaruhi kualitas lautan. Kawasan perairan yang berdekatan dengan pusat perekonomian yang berkembang pesat umumnya memi;liki limbah industri, limbah trnsportasi dan limbah rumah tangga yang lebih besar dan mempengaruhi kondisi lautan di sekitarnya dibandingkabn dengan kawasan yang kurang berkembang.

Pencemaran paling besar umumnya limbah rumah tangga. Limbah industri, perguruan tinggi, sekolah dan lainnya dianggap menghasilkan limbah lebih kecil. Detergen, cat, minyak salad juga dapat berbahaya jika dalam konsentrasi cukup tinggi dan dalam tempat yang salah. Kebanyakan racun-racun ini menikuti aliran air, memasuki tanah dan menjadi air tanah dan akhirnya akan memasuki lautan. Setelah berada di lautan, racun tersebut memasuki rantai makanan sehingga meningkatkan konsentrasi racun sampai konsumer akhir memakan mereka.

Mengenal Bulu Babi

Bulu babi atau landak laut (dalam bahasa inggris disebut Sea urchin; dalam bahasa local masyarakat papua disebut duri babi) adalah hewan avertebratalaut yang oleh para ahli di kelompokan dalam filum Echinodermata (hewan bertubuh duri). Secara spesifik bulu babi di klasifikasikan dalam kelas Echinodea, kelas bulu babi dan dolar pasir, yang memiliki cirri umum pentamerous, tanpa lengan atau free rays; tabung pelat berkapur mendukung duri-duri yang dapat dipergerakan dan sebagainya. Sebelumnya ordo bulu babi di masukan dalam satu subkelas yaitu regularia. Sekarang telah dipisahkan ke dalam subkelas Perischoechinoidea yang berisi ordo Cidaroida, famili Cidaridae serta cubkelas Euchinoidea yang mengandung supeordo Echinacea (Mortensen, 1940).

Didunia ada sekitar 800 spesies bulu babi. Di perairan Indo-Malaya (Perairan Indonesia,Malaysia, Filipina, sebgaian wilayah Australia utara) spesies ini diketahui berjumlah sekitar 316 spesies (Clark dan Rowe, 1971). Khusus di perairan Indonesia diketahui ada sekitar 48 marga dan 21 suku (Aziz, 1987). Bulu babi tersebut berasal dari berbagai ordo, famili,, genus dan spesies.

Lingkungan hidup bulu babi dewasa berada di daerah bentik (zona dasar laut) yaitu zona pasang surut-litoral sampai sublitoralatau paparan. Sedangkan larva bulu babi menyesuaikan diri untuk hidup pada karang dan jenis substrat kelas lain dengan dengan duri pada podia untuk pergerakan serta tempat yang terjamin melawan aksi pasang surut dan gelombang. Organisme ini membutuhkan materi sama dalam lingkungannya untuk lelangsungan hidupnya.

Bulu babi memiliki banyak potensi yang dapat dikelola dan dimanfaatkan untuk kepentingan lingkungan, peningkatan gizi masyarakat, manfaat ekon0mi dan kepentingan lain, termasuk untuk memajukan ilmu pengetahuan.

Bulu Babi sebagai Bioindikator Lingkungan Perairan Laut

Bulu babi dapat digunakan sebagai organisme indicator untuk kualitas perairan. Apabila lingkungan perairan laut bermasalah, bulu babi akan menjadi satu dri organisme pertama yang menunjukan tanda ttekanan (tidak bergerak, duri turun dan tentu saja mati). Ini menjadikan bulu babi menjikan organisme yang sangat penting untuk mempelari polutan.

Bulu babi telah digunakansebagai hewan uji dalam penelititan lingkungan, penentun pencemaran air, uji biologis untuk mengukur toksisitas suatu bahan atau substansi di perairan laut dan dan digunakan sebagai organisme model dalam penelitian dasar yang terkait dengan kesehatan manusia (Angka dan Suhartono, 2000; Lasut, 2000)

Menurut Lasut dkk.,(2000)dipilih bulu babi sebagai hewan uji lingkungan karena ketersediaannya di alam, mudan untuk diambil dan dipembentukan membran fertilisasinya terlihat dengan jelas. Embrio bulu babi menurut Dannel et al. (1987)adalah bahan yang telah sering digunakan dalam ji biologis untuk mengukur toksisitas suatu dahan atau substansi di perairan laut karena mempunyai prosedur yang cepat, sensitive yang relatf mudah.

Bulu babi sensitive terhadap pencemaran karena mempunyai persyaratan lingkungan hidup yang khusus. Telur bulu babi dikenal sebagai bahan uji toksisitas lingkungan. Umumnya perkembangan embriologis bulu babi sangant sensitive terhadap perubahan kualitas lingkungan hidup. Keberadaan air raksa di perairan sebesar 0,01 ppm, misalnya, sudah dapat mengganggu proses fertilisasi dan menyebabkan abnormalitas perkembangan ombrio. Dengan demikian, pencemaran logam berat khususnya merkuri dapat diketahui sejak dini dengan mengamati perkembangan embrio bulu babi (Kobayashi, 1984; Schroeder, 1987).

Bulu babi dan telurnya umumnya digunkan sebagai orbganisme indicator dalam mempelajari lingkungan. EPA (Environment protection agency = biro perlindungan lingkungan) AS menggunakan perkembangan standar bulu babi untuk menguji kehadiran polutan perairan. Hal yang sama dilakukan oleh laboratiorium pendidikan di beberapa kampus.

Tahapan fertilitasi bulu babi sering digunakan oleh ahli untuk menguji kualitas lingkungan perairan laut. Beberapa alasan memilih uji fertilisasi bulu babi sebagai suatu model penilaian toksisitas subletal adalah uji tersebut cepat, peka, dan relatif sederhana. Beberapa keuntungan yang deperoleh dari uji yang menggunakan bulu babi dalah:

  1. biologi dan ejarah spesies utama telah banyak di dokumentasikan
  2. bulu babi dewasa mudah dikumpulkan di perairan dangkal
  3. bulu babi dewasa mudah ditangani di laboratorium dan kondisi dapat di manipulasi untuk memperpanjang musim pemijahannya
  4. gamet dengan kualitas dan kepekaan yang konsisten dapat dihasilkan
  5. keberhasilan fertilisasi merukan suatu efek subletal yang peka dan utama sebagai ukuran
  6. uji fertilisasi berlangsung cepat dan ekonomis karena berskala kecil, mudah dilakukan dan menggunakan fertilisas dan peralatan yang sederhana
  7. telur bulu babi telah haploid ketika dikeluarkan, berbeda dengan fertilisasi sebagian hewan
  8. uji fertilisasi memiliki titik akhir yang relatif sederhana dan obyektif
  9. bulu babi tersebar diseluruh dunia dan sering kali sesuai dengan sebagai spesies laut standar untuk kepentingan peraturan dan penelitian. Bulu babi dapat ditemukan dengan mudah dan digunakan di laboratorium darat (Dinnel et al., 1987; Esposito, et al., 1986).

Dengan demikian bulu babi digunakan segai hewan uji dalam penelitian lingkungan karena ketersediaannya di alam, mudah untuk diambil dan pembentukan membran fertilisasinya terlihat dengan jelas, mempunyai prosedur yang cepat, sensitive dan biaya yang relatif mudah.

DAFTAR PUSTAKA

Angka, S. L. dan Suhartono, M. T. Bioteknologi Hasil Laut. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor, 2000.

Aziz, A. Makanan dan Cara Makan Berbagai Jenis Bulu Babi.Oceana Volume XII. No. 4 Tahun 1987. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pusat Penelitian dan Pengembangan Oceanologi, 1987.

Clark, A.M and Rowe, F.W. 1971. Shallow Water Indp-West Pacific Echinoderms. Publication No. 690. Trusteas of the British Museum Natural History, London, 140-157 p.

Dinnel, P.A., J.M. Link and Q.J. Stober. 1987. Improved Methodology for Sea Urchin Sperm Cell Bioassay for Marine Waters. Archive of Environmental Contamination and Toxicology 16:288-289.17-24, April 2002.

Kobayashi, N. 1984. Marine Ecotoxicological Testing with Echinoderms. Ecol. Testing for the Marine Env. (1): 341-405.

1 komentar:

  1. Hati-hati, mengutip karya orang lain tanpa menyebutkan sumbernya. Perbuatan ini melanggar hukum dan ada sanksi hukum buat pelakunya.
    So, kalo kutip tulisan orang sebutkan sumbernya. Tulisan ini pernah dipublikasi dalam jurnal yang diterbitkan oleh Universitas Negeri Papua.

    BalasHapus